Pemerintah Masih Pertimbangkan Besaran PTKP Sesuai UMP

Pemerintah Masih Pertimbangkan Besaran PTKP Sesuai UMP Harri Razali Tax Consuting - Konsultan Pajak Jakarta

JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sejauh ini masih mempertimbangkan tentang Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang dilihat berdasarkan upah minimum provinsi (UMP). 

Pasalnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam satu kesempatan pernah mengatakan jika saat ini PTKP Indonesia jauh lebih tinggi dibanding negara ASEAN lainnya.

Sekretaris Jenderal Kemenkeu Hadiyanto mengatakan, jika nantinya gaji bebas pajak tersebut diturunkan, maka kemampuan membayar pajak diharapkan meningkat di tengah daya beli yang menurun. Dia berharap, jika PTKP kembali dinaikan, maka kemampuan daya beli bisa meningkat.

"Badan Kebijakan Fiskal (BKF) saat ini masih mengkaji secara komprehensif terkait PTKP. Mana yang paling tepat untuk Indonesia secara over all," kata dia di Gedung DPR, kemarin.

Pertimbangan ini juga melihat dari kemampuan masyarakat Indonesia dalam sektor konsumsi rumah tangga. Karena tujuannya tentu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, investasi, termasuk memperhatikan daya beli masyarakat, serta sektor UMKM.

Sebagai gambaran, pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.010/2016, pemerintah menetapkan kenaikan PTKP menjadi Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta per bulan dari sebelumnya Rp36 juta per tahun atau Rp3 juta per bulan. Kebijakan ini untuk mendorong daya beli masyarakat di tengah perlambatan ekonomi.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo sempat mengatakan, pihaknya mengapresiasi rencana gaji bebas pajak tersebut berdasarkan wilayah atau zonasi. Namun, kebijakan PTKP tersebut sebaiknya tidak dikakukan untuk menggali potensi penerimaan.

"Paradigma yang tepat seyogianya tidak dengan meletakkan kebijakan PTKP untuk tujuan penggalian potensi atau menambah penerimaan negara, melainkan secara komprehensif dan holistik dalam model dan skema insentif yang lebih tepat sasaran," ujar belum lama ini.

Meski demikian, kebijakan PTKP saat ini juga telah menggerus penerimaan negara sekitar Rp18 triliun. Selain itu, Prastowo mengatakan bahwa PTKP saat ini tidak tepat sasaran karena kebijakan tersebut juga dinikmati kelompok masyarakat berpenghasilan menengah atas.

"Perlu dilakukan evaluasi, apakah penerapan cash transfer yang lebih tepat sasaran dan terukur dapat menjadi pilihan yang lebih baik," jelasnya. Sumber sindonews.com
(izz)