5.528 Wajib Pajak Nakal Lolos dari Sanksi 200 Persen
Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menegaskan tidak akan memeriksa yang sudah ikut program pengampunan pajak atau tax amnesty. Unit Eselon I Kementerian Keuangan ini pun tidak akan mengenakan sanksi terhadap 5.528 Wajib Pajak (WP) yang terindikasi secara sengaja tidak mengubah deviasi atau perbedaan antara pajak yang dibayarkan dengan omzetnya, salah satu kecurangan dengan membuat faktur fiktif.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (Humas) Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama tidak menampik bahwa ada perilaku WP yang menyimpang, seperti menerbitkan faktur pajak fiktif atau membuat laporan palsu demi memperoleh restitusi atau pengembalian pajak.
"Memang ada yang seperti itu (faktur pajak fiktif). Tapi nanti kita klarifikasi ke WP, benar atau tidak. Itu di bagian konseling," tegasnya saat dihubungi wartawan, Jakarta, Senin (31/7/2017).
Hestu Yoga menjelaskan, Ditjen Pajak akan melakukan fungsi pengawasan, penagihan, dan pemeriksaan kepada para WP. Khusus pemeriksaan akan dilakukan terhadap WP yang tidak ikut tax amnesty, tapi tidak berlaku bagi WP yang sudah ikut tax amnesty.
"WP yang sudah ikut tax amnesty, tidak diperiksa. Kita lihat kepatuhannya. Kalau ada indikasi seperti itu (nakal), kita konseling, pembinaan. Tapi tidak ada arahan atau instruksi dari Bu Menteri (Sri Mulyani) untuk memeriksa," jelasnya.
Apabila terindikasi ada kecurangan oleh WP yang sudah ikut tax amnesty, menurut Hestu Yoga, Ditjen Pajak akan mengundang mereka datang ke kantor untuk klarifikasi. Tidak untuk diperiksa, melainkan diimbau. Ia pun menegaskan mereka tidak akan dikenakan sanksi denda sebesar 200 persen.
"Itu pajak 2016, kalau periode 2015 ke bawah, tidak bisa ngapa-ngapain. Kalau terbukti benar, kita imbau dan dibina supaya melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh). Tapi itu (kenakalan) kan baru indikasi, belum tentu benar," tegasnya.
Padahal di Pasal 13A Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), yakni sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200 persen dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar apabila WP yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh WP dan WP tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (Humas) Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama tidak menampik bahwa ada perilaku WP yang menyimpang, seperti menerbitkan faktur pajak fiktif atau membuat laporan palsu demi memperoleh restitusi atau pengembalian pajak.
"Memang ada yang seperti itu (faktur pajak fiktif). Tapi nanti kita klarifikasi ke WP, benar atau tidak. Itu di bagian konseling," tegasnya saat dihubungi wartawan, Jakarta, Senin (31/7/2017).
Hestu Yoga menjelaskan, Ditjen Pajak akan melakukan fungsi pengawasan, penagihan, dan pemeriksaan kepada para WP. Khusus pemeriksaan akan dilakukan terhadap WP yang tidak ikut tax amnesty, tapi tidak berlaku bagi WP yang sudah ikut tax amnesty.
"WP yang sudah ikut tax amnesty, tidak diperiksa. Kita lihat kepatuhannya. Kalau ada indikasi seperti itu (nakal), kita konseling, pembinaan. Tapi tidak ada arahan atau instruksi dari Bu Menteri (Sri Mulyani) untuk memeriksa," jelasnya.
Apabila terindikasi ada kecurangan oleh WP yang sudah ikut tax amnesty, menurut Hestu Yoga, Ditjen Pajak akan mengundang mereka datang ke kantor untuk klarifikasi. Tidak untuk diperiksa, melainkan diimbau. Ia pun menegaskan mereka tidak akan dikenakan sanksi denda sebesar 200 persen.
"Itu pajak 2016, kalau periode 2015 ke bawah, tidak bisa ngapa-ngapain. Kalau terbukti benar, kita imbau dan dibina supaya melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh). Tapi itu (kenakalan) kan baru indikasi, belum tentu benar," tegasnya.
Padahal di Pasal 13A Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), yakni sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200 persen dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar apabila WP yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh WP dan WP tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang.