PP Soal Harta Bersih Pasca Tax Amnesty Belum Terbit
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah berencana menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan dari Pasal 18 UU Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Berita tersebut mewarnai sejumlah media nasional pagi ini, Senin (7/8).
PP tersebut akan digunakan untuk memperjelas status harta bersih yang dianggap sebagai penghasilan. Kendati demikian, meski telah digembar-gemborkan sejak Maret, pemerintah seolah menarik ulur rencana penerbitan PP tersebut.
Terdapat dua poin yang ditengarai sebagai pangkal persoalan yakni masalah kategorisasi harta bersih yang dianggap sebagai penghasilan dan harta warisan atau hibah sebagai harta bersih yang bakal dianggap sebagai penghasilan.
Berita lainnya mengenai Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament (APSYFI) yang meminta agar pemerintah segera menghapus pajak atas bahan baku lokal. Berikut ulasan ringkas beritanya:
- Kurangi Impor, Pabrikan Minta Pajak Bahan Baku Lokal Dihapus
Pemerintah diminta membebaskan pajak bahan baku lokal untuk tujuan ekspor guna mendorong penggunaan produk dalam negeri dan mengurangi impor. Sekretaris Jendral Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menyampaikan bahwa fasilitas pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi bahan baku lokal tujuan ekspor akan efektif mendorong pertumbuhan penjualan ke pasar global, mengurangi impor bahan baku, dan menciptakan nilai tambah yang lebih besar untuk industri domestik.
- Konsistensi Kebijakan Perpajakan Diperlukan
Konsistensi kebijakan perpajakan dinilai perlu untuk mengoptimalkan potensi pajak di sektor industri digital. Pasalnya, kebijakan perpajakan lebih dipertimbangkan oleh suatu perusahaan melampaui bidang akuntansi dan penganggaran bisnis. Robert Koepp Direktur The Economist Corporate Network (ECN) memaparkan di berbagai penjuru dunia, kebijakan perpajakan sedang mendapatkan momentum dan pengaruh yang lebih kuat seiring dengan kehadiran perusahaan-perusahaan global yang sedang mengembangkan peluang investasi lintas negara.
- Sinkronisasi Kebijakan Paket Ekonomi Tak Sejalan
Sejumlah paket kebijakan yang diguyurkan pemerintah pusat untuk meningkatkan daya saing perekonomian Indonesia dikhawatirkan kurang menggigit apabila masalah sinkronisasi belu juga terselesaikan. Sinkronisasi tersebut bukan hanya antar-kementerian/lembaga terkait saja, tetapi juga antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan asih banyak faktor yang harus dibenahi agar setumpuk paket kebijakan tersebut dapat memberi dampak positif bagi masyarakat.
- Pemerintah Didesak Turun Tangan Atasi Impor Tembakau
Para petani tembakau Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) khawatir terhadap upaya impor para pengusaha rokok. Mereka mendesak pemerintah agar secepatnya mengeluarkan pembatasan impor tembakau. Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional APTI Suseno mengaku ada banyak faktor yang membuat petani tidak dapat memenuhi permintaan tembakau untuk industri rokok nasional, yaitu cuaca yang tidak menentu dan ada kekurangan lahan untuk tanaman tembakau.
- Daya Beli Melambat, Pengusaha Minta Pemerintah Ciptakan Iklim yang Kondusif
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi Sukamdani meminta pemerintah untuk menciptakan suasa iklim usaha yang kondusif. Salah satunya dengan tidak berpolemik atau mengeluarkan statement yang memberikan dampak negatif terhadap perkembangan usaha di Indonesia terlebih saat ini sedang terjadi perlambatan daya beli konsumen. Dia menambahkan salah satu contoh statement yang menjadi perhatian pelaku usaha adalah yang berkaitan dengan masalah pajak seperti kasus penyanderaan atau gijzeling yang saat ini digembar-gemborkan Ditjen Pajak. (Amu)