Pajak menyebar mata-mata di mal
JAKARTA. Belakangan, pemilik gerai makanan dan minuman di pusat-pusat perbelanjaan dibuat resah. Ini lantaran banyak aparat pajak yang berlalu lalang, mendatangi gerai-gerai mereka.
Bukan sekadar ingin mencicip makanan atau minuman, atau berbelanja, tapi mereka tengah mengumpulkan data-data terkait potensi pajak yang bisa diraup oleh mereka. Mereka mengumpulkan berbagai informasi, mulai dari jumlah tempat duduk masing-masing tenant di mal-mal itu, harga jual makanan dan minuman, hingga jumlah pengunjung yang datang.
Berbekal data-data itu, para petugas pajak membuat estimasi penghasilan dan potensi pajak yang harus dibayarkan wajib pajak. "Ini meresahkan, pengusaha," tandas Ellen Hidayat Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APBI) kepada KONTAN, Kamis (19/11).
Gara-gara itu pula, menurut laporan yang ia terima dari para pengelola mal, banyak tenant, utamanya pemilik gerai yang dimiliki pengusaha kecil berniat tak meneruskan usahanya.
Mereka khawatir kehadiran para petugas pajak itu tengah berhitung besaran pajak yang harus dibayarkan para pengusaha itu. Para pengusaha ini keberatan jika estimasi para aparat pajak itu akan dijadikan patokan penghitungan pajak yang wajib mereka bayarkan.
Sebab, omzet para pedagang tiap bulan berbeda-beda. Makanya, pengamatan sesaat tak bisa dijadikan patokan.
Ellen bercerita, keberadaan para petugas pajak ini mayoritas dikeluhkan pengusaha pemilik gerai makanan. Catatan APBI, dari total 78 pusat perbelanjaan yang menjadi anggota APBI, sebagian besar terganggu dengan aktivitas para pegawai pajak tersebut.
"Makanya, mereka mengadu ke pengelola mal," ujarnya. Dari sekian banyak pusat perbelanjaan, kata Ellen, pegawai pajak sering ber-sliweran di Thamrin City dan Senayan City.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Mekar Satria Utama mengakui bahwa pihaknya memang tengah mengumpulkan data wajib pajak di pusat perbelanjaan. Kegiatan itu dilakukan sebagai tindak lanjut sensus pajak.
Ditjen Pajak juga sudah membuat kantor di Tanah Abang untuk jadi pusat informasi jika ada wajib pajak (WP) yang membutuhkan bantuan terkait pelaporan pajaknya. "Dan, kehadiran petugas pajak di lapangan hanya mendata, bukan menindak," katanya.
Kata Mekar, tahun 2015 masih menjadi tahun pembinaan pajak sehingga tidak akan ada penindakan. Tahun depan, Ditjen Pajak akan membuka pusat informasi di berbagi pusat belanja di Jakarta dan daerah.
Selain perdagangan ritel, Ditjen Pajak akan menggali sektor pertambangan, perkebunan, dan transaksi WP orang pribadi di 2016.
Editor Barratut Taqiyyah
Bukan sekadar ingin mencicip makanan atau minuman, atau berbelanja, tapi mereka tengah mengumpulkan data-data terkait potensi pajak yang bisa diraup oleh mereka. Mereka mengumpulkan berbagai informasi, mulai dari jumlah tempat duduk masing-masing tenant di mal-mal itu, harga jual makanan dan minuman, hingga jumlah pengunjung yang datang.
Berbekal data-data itu, para petugas pajak membuat estimasi penghasilan dan potensi pajak yang harus dibayarkan wajib pajak. "Ini meresahkan, pengusaha," tandas Ellen Hidayat Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APBI) kepada KONTAN, Kamis (19/11).
Gara-gara itu pula, menurut laporan yang ia terima dari para pengelola mal, banyak tenant, utamanya pemilik gerai yang dimiliki pengusaha kecil berniat tak meneruskan usahanya.
Mereka khawatir kehadiran para petugas pajak itu tengah berhitung besaran pajak yang harus dibayarkan para pengusaha itu. Para pengusaha ini keberatan jika estimasi para aparat pajak itu akan dijadikan patokan penghitungan pajak yang wajib mereka bayarkan.
Sebab, omzet para pedagang tiap bulan berbeda-beda. Makanya, pengamatan sesaat tak bisa dijadikan patokan.
Ellen bercerita, keberadaan para petugas pajak ini mayoritas dikeluhkan pengusaha pemilik gerai makanan. Catatan APBI, dari total 78 pusat perbelanjaan yang menjadi anggota APBI, sebagian besar terganggu dengan aktivitas para pegawai pajak tersebut.
"Makanya, mereka mengadu ke pengelola mal," ujarnya. Dari sekian banyak pusat perbelanjaan, kata Ellen, pegawai pajak sering ber-sliweran di Thamrin City dan Senayan City.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Mekar Satria Utama mengakui bahwa pihaknya memang tengah mengumpulkan data wajib pajak di pusat perbelanjaan. Kegiatan itu dilakukan sebagai tindak lanjut sensus pajak.
Ditjen Pajak juga sudah membuat kantor di Tanah Abang untuk jadi pusat informasi jika ada wajib pajak (WP) yang membutuhkan bantuan terkait pelaporan pajaknya. "Dan, kehadiran petugas pajak di lapangan hanya mendata, bukan menindak," katanya.
Kata Mekar, tahun 2015 masih menjadi tahun pembinaan pajak sehingga tidak akan ada penindakan. Tahun depan, Ditjen Pajak akan membuka pusat informasi di berbagi pusat belanja di Jakarta dan daerah.
Selain perdagangan ritel, Ditjen Pajak akan menggali sektor pertambangan, perkebunan, dan transaksi WP orang pribadi di 2016.
Sumber : www.kontan.co.id
Reporter Asep Munazat ZatnikaEditor Barratut Taqiyyah