Pemberi Kerja Tak Serahkan Bukti Potong PPh Pegawai, Adakah Sanksinya?
JAKARTA, DDTCNews – Menjelang berakhirnya periode pelaporan SPT Tahunan pajak penghasilan 2021, ternyata masih banyak wajib pajak orang pribadi karyawan yang belum menerima bukti potong pajak penghasilan (PPh) Pasal 21.
Hal itu misalnya terungkap dari pertanyaan beberapa warganet kepada Ditjen Pajak (DJP) di media sosial twitter. Kepada warganet yang belum memperoleh bukti potong pajak, DJP menyarankan agar memintanya kepada pemberi kerja.
“Apabila bukti potong 1721-A1 belum kakak terima dari pemberi kerja, kakak dapat meminta bukti potong tersebut ke tempat kakak bekerja karena itu merupakan dasar pengisian SPT Tahunan kakak,” tulis DJP dalam twitter @kring_pajak, dikutip pada Senin (28/3/2022).
DJP menjelaskan pemberi kerja memiliki kewajiban untuk memberikan bukti potong pajak kepada pekerjanya. Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 23 Peraturan Dirjen (Perdirjen) Pajak No. PER-16/PJ/2016.
Dalam pasal tersebut, pemberi kerja sebagai pemotong PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 26 harus memberikan bukti pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima pekerja paling lama 1 bulan setelah tahun kalender berakhir.
Saat ini, belum terdapat ketentuan yang mengatur sanksi pada pemberi kerja yang terlambat/tidak memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21. Namun, DJP telah mengirimkan e-mail imbauan kepada 2,35 pemotong pajak atau pemberi kerja untuk menyerahkan bukti potong kepada pegawainya.
“Sampai saat ini belum ada aturan yang memberikan sanksi bagi pemberi kerja yang terlambat/tidak memberikan bukti pemotongan. Terima kasih atas saran dan masukkannya,” sebut DJP melalui media sosial.
Sebagaimana diatur dalam UU ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), batas akhir penyampaian SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak atau 31 Maret 2022 untuk SPT Tahunan 2021.
Sementara itu, wajib pajak badan harus melaporkan SPT Tahunan paling lambat 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak atau 30 April 2022 untuk SPT Tahunan, wajib pajak akan dikenai sanksi berupa denda.
Untuk wajib pajak orang pribadi, SPT Tahunan yang terlambat dilaporkan akan dikenai denda senilai Rp 100.000,00. Untuk wajib pajak badan, denda Rp 1 juta.