Tanpa Informasi, Penegakan Pajak bak Berburu di Kebun Binatang
Liputan6.com, Jakarta Pemerintah telah merilis Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Dengan aturan ini, diharapkan pemerintah memperoleh akses informasi dan dapat mendorong penerimaan pajak.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menerangkan, upaya otoritas pajak, yakni Direktorat Jenderal Pajak (DJP), selama ini terkendala oleh keterbatasan akses informasi keuangan. Sementara, sistem perpajakan Indonesia menganut self assessment.
"Sistem perpajakan adalah self assessment system yang berarti wajib pajak menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan pajaknya secara mandiri," kata dia di Komisi XI DPR RI Jakarta, Senin (17/7/2017).
Artinya, kata Sri Mulyani, informasi perpajakan hanya bersumber dari wajib pajak itu sendiri. Sehingga, DJP tidak bisa melakukan tugasnya secara optimal.
"Tanpa informasi dari sumber yang disampaikan wajib pajak sendiri maka DJP tidak bisa melakukan pengawasan kepatuhan, pemeriksaan, dan tindakan penegakan hukum secara optimal," ujar dia.
"DJP hanya melakukan pengawasan kepada wajib pajak berdasarkan informasi keuangan yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT)," sambung dia.
Sri Mulyani pun mengibaratkan hal ini seperti berburu di kebun binatang. Maksudnya, DJP hanya mendapatkan informasi dari wajib pajak yang sudah ada. Hal ini jelas bertentangan dengan asas keadilan.
"Akibatnya pengawasan dan enforcement DJP ibaratnya melakukan tindakan berburu di kebun binatang, yaitu hanya mencari informasi dari wajib pajak yang ada saja. Hal ini sangat bertentangan asas keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia," ujar dia.
Padahal, lanjutnya, banyak wajib pajak yang tidak melaporkan kekayaannya secara benar atau bahkan sama sekali tidak melaporkan. Itu tecermin dari realisasi program pengampunan pajak atau tax amnesty.
"Selama wajib pajak yang tidak melaporkan dengan benar bahkan tidak melapor cukup banyak ditemui dalam tax amnesty," pungkas dia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menerangkan, upaya otoritas pajak, yakni Direktorat Jenderal Pajak (DJP), selama ini terkendala oleh keterbatasan akses informasi keuangan. Sementara, sistem perpajakan Indonesia menganut self assessment.
"Sistem perpajakan adalah self assessment system yang berarti wajib pajak menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan pajaknya secara mandiri," kata dia di Komisi XI DPR RI Jakarta, Senin (17/7/2017).
Artinya, kata Sri Mulyani, informasi perpajakan hanya bersumber dari wajib pajak itu sendiri. Sehingga, DJP tidak bisa melakukan tugasnya secara optimal.
"Tanpa informasi dari sumber yang disampaikan wajib pajak sendiri maka DJP tidak bisa melakukan pengawasan kepatuhan, pemeriksaan, dan tindakan penegakan hukum secara optimal," ujar dia.
"DJP hanya melakukan pengawasan kepada wajib pajak berdasarkan informasi keuangan yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT)," sambung dia.
Sri Mulyani pun mengibaratkan hal ini seperti berburu di kebun binatang. Maksudnya, DJP hanya mendapatkan informasi dari wajib pajak yang sudah ada. Hal ini jelas bertentangan dengan asas keadilan.
"Akibatnya pengawasan dan enforcement DJP ibaratnya melakukan tindakan berburu di kebun binatang, yaitu hanya mencari informasi dari wajib pajak yang ada saja. Hal ini sangat bertentangan asas keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia," ujar dia.
Padahal, lanjutnya, banyak wajib pajak yang tidak melaporkan kekayaannya secara benar atau bahkan sama sekali tidak melaporkan. Itu tecermin dari realisasi program pengampunan pajak atau tax amnesty.
"Selama wajib pajak yang tidak melaporkan dengan benar bahkan tidak melapor cukup banyak ditemui dalam tax amnesty," pungkas dia.