Pajak Bisa Intip Rekening, Sri Mulyani: Kerahasiaan Akan Dijaga
Jakarta - Rapat Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, memutuskan persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017, tentang akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.
Ini merupakan landasan hukum yang akan dipergunakan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) untuk seluruh mengintip rekening pada lembaga keuangan, mulai dari perbankan, pasar modal, perasuransian, serta entitas lainnya.
Sri Mulyani mengatakan, pemerintah akan membuat aturan tata tertib soal pemeriksaan data nasabah perbankan, sehingga kerahasiaan data yang diperiksa tidak bocor.
"Kami akan menyelesaikan mengenai tata tertibnya, tata kelola dan tata tertib, siapa yang punya akses, bagaimana sikap mereka, bagaimana menjaga kerahasiaan. Kami juga akan melihat di dalam RUU KUP (Ketentuan Umum Perpajakan) pembahasan dari dewan (DPR) meminta untuk yang melanggar confidentiality-nya juga bisa disamakan dengan UU yang di tax amnesty yang ini akan membuat pencegahan terhadap para aparat yang mungkin dianggap memiliki potensi untuk meng-abuse," papar Sri Mulyani di Istana Negara, Jakarta, Selasa (25/7/2017).
Mengenai hasil keputusan Komisi XI DPR semalam, Sri Mulyani telah memberikan laporan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mantan Direktur Bank Dunia ini mengatakan, pandangan fraksi-fraksi di Komisi XI DPR soal Perppu ini cukup positif. Banyak masukan agar sosialisasi mengenai aturan baru ini harus digencarkan.
"Kami akan sosialisasi ke jasa-jasa keuangan, perbankan, capital market dan juga kepada masyarakat secara umum. Ini akan kita dilakukan dalam waktu dekat," ujar Sri Mulyani.
Seperti diketahui, guna memenuhi komitmen Automatic Exchange of Information (AEoI) yang dilakukan mulai 2018, OECD telah menetapkan bahwa perlunya aturan-aturan serta beberapa fasilitas lainnya yang disesuaikan dengan standar internasional.
Perppu ini sengaja diterbitkan mengingat sempitnya waktu yang dibutuhkan oleh pemerintah jika harus menunggu revisi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tara Cara Perpajakan (KUP). Untuk itu, pemerintah pun mengambil tindakan cepat dengan menerbitkan Perppu ini.
Adanya Perppu membuat legislasi sudah berjalan sehingga OECD akan melihat bahwa Indonesia sudah memiliki primary legislation and secondary legislation.
"Makanya ini persiapan kita untuk menjelaskan pada masyarakat. Banyak yang bertanya apakah saya harus lapor enggak, yang harus melaporkan adalah lembaga keuangannya, dan ada rambu-rambunya untuk mengamankan itu," papar Sri Mulyani. (wdl/mkj) Sumber detik.com
Ini merupakan landasan hukum yang akan dipergunakan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) untuk seluruh mengintip rekening pada lembaga keuangan, mulai dari perbankan, pasar modal, perasuransian, serta entitas lainnya.
Sri Mulyani mengatakan, pemerintah akan membuat aturan tata tertib soal pemeriksaan data nasabah perbankan, sehingga kerahasiaan data yang diperiksa tidak bocor.
"Kami akan menyelesaikan mengenai tata tertibnya, tata kelola dan tata tertib, siapa yang punya akses, bagaimana sikap mereka, bagaimana menjaga kerahasiaan. Kami juga akan melihat di dalam RUU KUP (Ketentuan Umum Perpajakan) pembahasan dari dewan (DPR) meminta untuk yang melanggar confidentiality-nya juga bisa disamakan dengan UU yang di tax amnesty yang ini akan membuat pencegahan terhadap para aparat yang mungkin dianggap memiliki potensi untuk meng-abuse," papar Sri Mulyani di Istana Negara, Jakarta, Selasa (25/7/2017).
Mengenai hasil keputusan Komisi XI DPR semalam, Sri Mulyani telah memberikan laporan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mantan Direktur Bank Dunia ini mengatakan, pandangan fraksi-fraksi di Komisi XI DPR soal Perppu ini cukup positif. Banyak masukan agar sosialisasi mengenai aturan baru ini harus digencarkan.
"Kami akan sosialisasi ke jasa-jasa keuangan, perbankan, capital market dan juga kepada masyarakat secara umum. Ini akan kita dilakukan dalam waktu dekat," ujar Sri Mulyani.
Seperti diketahui, guna memenuhi komitmen Automatic Exchange of Information (AEoI) yang dilakukan mulai 2018, OECD telah menetapkan bahwa perlunya aturan-aturan serta beberapa fasilitas lainnya yang disesuaikan dengan standar internasional.
Perppu ini sengaja diterbitkan mengingat sempitnya waktu yang dibutuhkan oleh pemerintah jika harus menunggu revisi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tara Cara Perpajakan (KUP). Untuk itu, pemerintah pun mengambil tindakan cepat dengan menerbitkan Perppu ini.
Adanya Perppu membuat legislasi sudah berjalan sehingga OECD akan melihat bahwa Indonesia sudah memiliki primary legislation and secondary legislation.
"Makanya ini persiapan kita untuk menjelaskan pada masyarakat. Banyak yang bertanya apakah saya harus lapor enggak, yang harus melaporkan adalah lembaga keuangannya, dan ada rambu-rambunya untuk mengamankan itu," papar Sri Mulyani. (wdl/mkj) Sumber detik.com