Perpu Intip Data Pajak Nasabah Siap Disahkan Jadi UU
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui Rancangan Undang-Undang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Pertukaran Informasi Keuangan untuk Perpajakan disahkan menjadi undang-undang. Pengambilan keputusan dilakukan setelah rapat pandangan mini fraksi. "Sembilan fraksi menetapkan perpu dibawa ke tingkat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang," kata Ketua Komisi Keuangan Melchias Markus Mekeng di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin, 24 Juli 2017.
Sembilan fraksi di DPR sepakat menerima perpu agar segera disahkan sebagai landasan implementasi pertukaran informasi keuangan untuk perpajakan secara internasional. Sebab, Indonesia dan 49 negara G20 secara resmi memberlakukan pertukaran ini per September 2018. Lima puluh negara lain akan melaksanakan kebijakan ini pada September 2017.
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menyatakan RUU ini akan menjadi landasan kuat bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk menggali sumber penerimaan yang selama ini sulit diperoleh karena hambatan kerahasiaan perbankan. PDIP meminta pemerintah segera menghitung dampak pelaksanaan pertukaran informasi perpajakan terhadap penerimaan pajak dan peningkatan tax ratio.
Di samping itu, PDIP meminta penggunaan data perpajakan dari rekening nasabah tidak digunakan untuk kepentingan lain. Apalagi pemerintah dapat memeriksa setiap akun wajib pajak luar negeri dengan saldo minimal US$ 250 juta, yang dibuat sebelum 31 Juni 2017. "Harus bijaksana agar tidak memberatkan dan mengancam wajib pajak sehingga hilangnya kenyamanan pelaku pasar," kata anggota Fraksi PDIP, I Gusti Agung Rai Wirajaya.
Fraksi Partai Golkar dan NasDem mendesak pemerintah menyusun aturan turunan terkait dengan keamanan data nasabah serta batasan kewenangan Ditjen Pajak untuk mengakses informasi nasabah. "Soal tidak dapat digugat secara pidana dan perdata bagi Kementerian Keuangan mengenai AEoI ini bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang 1945, yang menyebutkan seluruh warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan wajib menjunjung tinggi hukum," kata anggota Fraksi Golkar, Aditya Moha.
Golkar juga meminta adanya integrasi nomor pokok wajib pajak ke dalam nomor induk kependudukan serta revisi undang-undang lain, seperti Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan, dan Undang-Undang Pasar Modal.
Adapun anggota Komisi Keuangan dari Fraksi Partai Gerindra menolak peraturan keterbukaan akses informasi keuangan dibahas dalam perpu. Gerindra mendesak pembahasan revisi Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan. "Karena kekurangan pembahasan, kami berpendapat peraturan mengenai akses keterbukaan informasi keuangan untuk perpajakan tidak bisa dilakukan melalui perpu, tapi langsung melalui RUU KUP," kata anggota Fraksi Gerindra, Kardaya Warnika.
Sebelum disetujui, DPR menggelar rapat dengar pendapat umum dengan sejumlah ahli, di antaranya mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo, Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perhimpunan Bank Nasional Aviliani, Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio, serta mantan Bos PT Cimb Niaga, Arwin Rasyid.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan terkait dengan jaminan kerahasiaan data nasabah dan sanksi bagi aparat pajak yang menyelewengkan data tersebut. "Common reporting standard mengenai confidential dan data safe guard di internasional sedapat mungkin kami terapkan di dalam negeri sehingga tidak ada double standar. Kami akan tuangkan dalam PMK bisnis proses sebagai rambu standar operasionalnya," kata Sri Mulyani.
PUTRI ADITYOWATI
Sembilan fraksi di DPR sepakat menerima perpu agar segera disahkan sebagai landasan implementasi pertukaran informasi keuangan untuk perpajakan secara internasional. Sebab, Indonesia dan 49 negara G20 secara resmi memberlakukan pertukaran ini per September 2018. Lima puluh negara lain akan melaksanakan kebijakan ini pada September 2017.
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menyatakan RUU ini akan menjadi landasan kuat bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk menggali sumber penerimaan yang selama ini sulit diperoleh karena hambatan kerahasiaan perbankan. PDIP meminta pemerintah segera menghitung dampak pelaksanaan pertukaran informasi perpajakan terhadap penerimaan pajak dan peningkatan tax ratio.
Di samping itu, PDIP meminta penggunaan data perpajakan dari rekening nasabah tidak digunakan untuk kepentingan lain. Apalagi pemerintah dapat memeriksa setiap akun wajib pajak luar negeri dengan saldo minimal US$ 250 juta, yang dibuat sebelum 31 Juni 2017. "Harus bijaksana agar tidak memberatkan dan mengancam wajib pajak sehingga hilangnya kenyamanan pelaku pasar," kata anggota Fraksi PDIP, I Gusti Agung Rai Wirajaya.
Fraksi Partai Golkar dan NasDem mendesak pemerintah menyusun aturan turunan terkait dengan keamanan data nasabah serta batasan kewenangan Ditjen Pajak untuk mengakses informasi nasabah. "Soal tidak dapat digugat secara pidana dan perdata bagi Kementerian Keuangan mengenai AEoI ini bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang 1945, yang menyebutkan seluruh warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan wajib menjunjung tinggi hukum," kata anggota Fraksi Golkar, Aditya Moha.
Golkar juga meminta adanya integrasi nomor pokok wajib pajak ke dalam nomor induk kependudukan serta revisi undang-undang lain, seperti Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan, dan Undang-Undang Pasar Modal.
Adapun anggota Komisi Keuangan dari Fraksi Partai Gerindra menolak peraturan keterbukaan akses informasi keuangan dibahas dalam perpu. Gerindra mendesak pembahasan revisi Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan. "Karena kekurangan pembahasan, kami berpendapat peraturan mengenai akses keterbukaan informasi keuangan untuk perpajakan tidak bisa dilakukan melalui perpu, tapi langsung melalui RUU KUP," kata anggota Fraksi Gerindra, Kardaya Warnika.
Sebelum disetujui, DPR menggelar rapat dengar pendapat umum dengan sejumlah ahli, di antaranya mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo, Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perhimpunan Bank Nasional Aviliani, Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio, serta mantan Bos PT Cimb Niaga, Arwin Rasyid.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan terkait dengan jaminan kerahasiaan data nasabah dan sanksi bagi aparat pajak yang menyelewengkan data tersebut. "Common reporting standard mengenai confidential dan data safe guard di internasional sedapat mungkin kami terapkan di dalam negeri sehingga tidak ada double standar. Kami akan tuangkan dalam PMK bisnis proses sebagai rambu standar operasionalnya," kata Sri Mulyani.
PUTRI ADITYOWATI